Sistem pendidikan di Indonesia saat ini tengah menghadapi situasi yang serba digital. Adanya sistem percepatan yang semakin cepat mempengaruhi metode belajar anak, khususnya perkembangan otak anak. Anne Gracia, Praktisi Neurosains Terapan Indonesia menyebutkan perkembangan otak anak dipengaruhi salah satunya dari adanya perkembangan teknologi.
“Jadi kalau lihat ada empat tangga perkembangan teknologi, ternyata perkembangan masyarakatnya juga ada tangga perkembangan. Kita mulai kenal apa itu society 1.0, 2.0, dan mau menjelang society versi 5.0,” katanya.
Menurutnya lima versi perkembangan tersebut menghadirkan generasi yang memiliki tingkat perkembangan anak yang berbeda. Misalnya, perkembangan anak pada generasi 1.0 dan 2.0 masih memiliki keterbatasan gerak dan didominasi interaksi dengan alam sekitar.
“Pada fase sesuai 1 dan 2 disitu kehidupan kita, ruang lingkup gerak kita masih berdekatan dan terbatas. Jadi anak diasuh dengan kecukupan waktu dan perhatian serta kebebasan gerak yang luar biasa. Ya, dia berinteraksi dengan alam sekitarnya, dengan keluarganya sehari hari adalah bagian dari aktivitas rutin,” pungkasnya.

Lalu pada fase perkembangan selanjutnya, munculah teknologi yang sangat pesat. Anne menyebut fase 3.0 dan 4.0 menunjukan aktifitas manusia menjadi serba mudah dengan adanya dukungan teknologi.
“Ya dengan situasi ini anak di zaman sekarang (menunjukan) manusia dewasanya multitasking digital virtual. Kita kerjanya kadang nih menggunakan digital, guru-guru sekarang juga lihat Youtube, ada yang lagi Zoom, sambil mengajar juga pakai Google Meet begitu. Ya dua sampai tiga alat gadget sekaligus,” katanya.
Oleh karenanya, Anne mengungkapkan tantangan yang serius dihadapi oleh anak yang lahir di era percepatan teknologi ini. Menurutnya hal ini perlu menjadi perhatian orang tua agar dapat membimbing anaknya. Tujuannya agar perkembangan otak anak dapat tumbuh dengan baik tanpa khawatir akan adanya dampak buruk teknologi.
Anne mengatakan, “Anak dengan kondisi kekinian otaknya kebanjiran informasi luar biasa. Padahal (umur) nol sampai 8 tahun tadi dibilang golden age 90% terjadi proses koneksi pada sel-sel syaraf otak untuk bisa memproses informasi yang masuk. Memprosesnya saja belum matang, ya sudah dibanjiri dengan informasi.”
Proses pengasuhannya pun juga mengalami perubahan, jika tidak demikian menurut Anne anak akan masuk ke usia belajar dengan kondisi belum siap. Hal ini karena anak akan mengalami readyness to school pada versi kerja otak belum terbentuk.
Ia juga menjelaskan selain orang tua penting sekiranya guru agar mengetahui fase perkembangan anak di masa pengasuhan. Anak sebagai generasi penerus masa depan haruslah dipersiapkan salah satunya dengan optimal memahami perkembangan otak anak.
“Kondisi tersebut menjadi sangat penting dikenali oleh guru. Maka modal dalam teknis perkembangan otak anak menjadi target kita semua kenal profil kerja otak anak. Jangan cuma karena otaknya, tapi bagaimana otaknya berfungsi,” tambahnya.
Baca Juga:
Kripton Inspirasi Tebar Manfaat untuk Anak-anak Dhuafa Komunitas Perjaka
Ika Ayu Pratiwi: “Kenali Profil Murid, Kunci Meramu Metode Pembelajaran Tepat Sasaran”
Dea Januar Nilai Empati Salah Satu Cara Membangun Bonding di Kelas