Kurikulum dalam bidang pendidikan pada praktiknya tidak sekadar memainkan peran dalam sistem belajar-mengajar. Lebih dari itu, kurikulum di bidang pendidikan juga harus memperhatikan relevansinya dengan situasi sosial dan ekonomi masyarakat yang terus mengalami perkembangan secara signifikan dan cepat.
Untuk memenuhi tuntutan masyarakat, tak jarang, institiusi pendidikan perlu memperbarui atau bahkan merubah perangkat kurikulum yang sudah ada. Sehingga, penyempurnaan sistem belajar-mengajar lebih diarahkan pada proses pengembangan diri dan profesionalitas dengan tujuan memberi bekal kepada para pelajar agar siap menghadapi lingkungan kerja yang kompleks dan menantang.
Sebagai contoh, dalam paper yang ditulis Kahangmage dkk dengan judul Investigation of Effect of Curriculum Change on Student’s Performance in Knowledge Building nad Knowlidge Integration Subjects (2017), diketahui bahwa Hong Kong memiliki reformasi pendidikan yang dikenal sebagai struktur pendidikan “3+3+4” dengan enam tahun masa sekolah menengah dan empat tahun sekolah di perguruan tinggi, menggantikan sistem lama mengenai perguruan tinggi yang berlangsung tiga tahun.
Pada prinsipnya, sistem baru yang telah diinisasi sejak 2006 di Hong Kong tersebut bertujuan untuk mempersiapkan individu dalam menghadapi tantangan di masa depan yang menuntut ketrampilan atau kualitas seperti kemampuan beradaptasi, memiliki kreativitas, dapat berpikir secara mandiri, dan memiliki kemauan untuk terus belajar sepanjang hayat. Pendeknya, sistem baru ini diharapkan dapat membantu pelajar dalam persaingan di pasar kerja lokal maupun internasional.
Masih dalam artikel yang sama, kurikulum baru di sekolah menengah akhir Hong Kong membuka kesempatan bagi para siswa untuk mengasah potensi masing-masing. Mata pelajaran disesuaikan dengan minat para siswa yang berbeda-beda, sesuai bakat, kebutuhan, dan kemampuan yang memungkinkan mereka dapat mencapai potensi masing-masing secara penuh. Sehingga, para pelajar kelak dapat memilih beragam pekerjaan yang lebih luas dan selaras dengan kemapuan yang mereka miliki.

Perubahan dalam kurikulum di SMA ini diikuti pula oleh perguruan tinggi di Hong Kong, yang masa studinya semula hanya tiga tahun menjadi empat tahun. Perubahan ini memberi fleksibilitas yang lebih besar bagi lulusan Hong Kong untuk bekerja atau melanjutkan studi ke luar negeri, terutama di negara-negara dengan pola pendidikan yang sama seperti negara itu, misalnya, Cina, Amerika Utara, atau Australia.
Meski demikian, pada dasarnya, perubahan kurikulum di universitas-universitas di Hong Kong memiliki tujuan untuk memberikan pengalaman akademik yang lebih luas dengan memberikan perhatian yang lebih besar kepada pembelajaran non-akademik serta pengalaman ekstrakulikuler; fokus penuh pada pengembangan mahasiswa; untuk mempromosikan peningkatan hubungan ke tempat kerja atau meningkatkan kesempatan untuk studi lanjut ke luar negeri; menghasilkan lulusan yang menguasai pengetahuan ekonomi secara global, sehingga dapat menjawab setiap tantangan dari perubahan masyarakat yang cepat.
Sederhananya, kurikulum baru di Hong Kong tersebut membuka kesempatan lebar kepada mahsiswa agar mendapat lebih banyak kesempatan untuk pengembangan keterampilan generik dan terlibat dalam komponen pembelajaran berbasis pengalaman seperti magang, pertukaran pelajar, KKN, dan lain-lain.
Kurikulum sebagai dikembangkan oleh Hong Kong, agaknya menunjukkan bahwa institusi pendidikan sebaiknya tidak cuma mencetak individu-individu sesuai kebutuhan pasar. Institusi pendidikan mestinya meningkatkan potensi-potensi yang dimiliki setiap peserta didik, yang khas, dan tentu saja berbeda satu sama lain.
Dengan cara semacam ini, bukan hal mustahil tentunya bahwa pendidikan akan semakin maju dan mencetak manusia-manusia berkualitas, yang tidak sekadar unggul di bidang akademik, melainkan juga mampu mengikuti perubahan sosial-ekonomi di tengah masyarakat, seraya menghadapi segala tantangan dalam perkembangan zaman.

Nilai-nilai yang berorientasi pada pengembangan diri mesti dikedepankan dalam setiap kurikulum pendidikan. Selain menghadirkan pendidikan yang bisa mengembangkan potensi atau bakat para pelajar, penting juga untuk membekali mereka dengan kemampuan-keterampilan-keterampilan profesionalitas yang, meski sepintas tampak sederhana, tetapi sangat berpengaruh terhadap karakter mereka di dunia kerja kelak. Beberapa di antaranya seperti, kemampuan berkomunikasi, pemecahan masalah, dan ketahanan dalam kerja tim.
Dalam artikel berjudul Preceptor Perceptions of Pharmacy Student Performance Before and After a Curriculum Transformation (2021), Catherine A. Forrester dkk telah mengamati kinerja mahasiswa farmasi di Monash University, Australia, yang menerapkan kurikulum baru di mana keterampilan atau perilaku dalam bekerja juga menjadi penekanan tersendiri dalam pembelajaran berbasis pengalaman dan pembelajaran aktif.
Melalui pengamatan para pembimbing dalam memantau kinerja mahasiswanya, paper ini membahas bahwa kurikulum yang baru diterapkan ternyata berhasil membuat para mahasiswa ini jadi lebih komunikatif dalam bidangnya ketika ditempatkan di rumah sakit, dibandingkan dengan mahasiswa sebelumnya yang masih mengikuti kurikulum lama.
Menurut persepsi pembimbingnya, mahasiswa farmasi dengan kurikulum baru relatif lebih percaya diri dan mampu berkomunikasi secara baik, entah dengan pasien maupun profesional kesehatan lainnya. Sedangkan pada kurikulum sebelumnya, menurut persepsi pembimbing, kurang memuaskan dari segi komunikasi, tidak fleksibel, cenderung pasif, dan kurang mengalir saat berbicara dengan pasien.
Demikianlah, dalam perubahan kurikulum, penting untuk melihat relevansinya dengan perubahan-perubahan di masyarakat, khsusunya berkaitan dengan sosial dan ekonomi. Selain itu, kunci bagi kurikulum pendidikan ada pada bagian pengembangan diri para pelajar. Pengembangan diri dalam hal ini mengacu pada pendidikan sesuai potensi yang mereka miliki dan upaya memoles keterampilan-keterampilan profesionalitas yang penting untuk beradaptasi di dunia kerja.
Baca Juga:
- Pergulatan Internal Indonesia dan Singapura Menghadapi Hukuman Korporal
- Merefleksikan Ulang Hakikat Pendidikan dan Sekolah Modern bersama Ivan Illich
- Demistifikasi Senjata Sistem Pendidikan Bernama Rasa Takut lewat Literasi Freire